Keselamatan: Dari Tuhan Tapi Dengan Banyak Cara

Tuhan punya berbagai cara untuk menyelamatkan manusia. Terbanyak yang kita tahu, Tuhan memilih seseorang sebagai penyambung lidah untuk menyampaikan peraturan, soal apa yang harus atau perlu dibuat dan apa yang tidak boleh dilakukan. Di Minahasa orang-orang terpilih itu disebut walian atau orang yang menuntun. Namun, kadang Tuhan hanya menggunakan angin dan suara-suara saja. Dan manusia tak bisa menentang hal itu.
Setiap suku bangsa, termasuk Malesung yang belum memeluk peradaban modern, dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan setiap suku bangsa di tiap masa memilki orang-orang tertentu yang diutus oleh Tuhan untuk memandu laku hidup dan menuntun tindakan setiap pribadi. Tentu Tuhan tidak akan membiarkan ribuan umat Malesung terperosok di jurang yang dalam selama ribuan tahun dulu lalu mengutus penyelamat nanti kemudian pada abad ke-15.

Para misionaris atau penginjil dari Eropa datang ke tanah Minahasa karena mereka mengasihi orang Minahasa. Mereka mengira bahwa selama ribuan tahun lampau umat Malesung tak bertuhan. Atau, kalau pun ada yang dianggap sebagai tuhan, mereka melabelinya dengan istilah ilah atau tuhan palsu atau bahkan mungkin sebagai setan-setan atau jin-jin. Para penginjil itu beranggapan bahwa jika umat Minahasa atau Malesung tidak mengenal dan menerima Yesus sebagai juruselamat maka semua mereka akan ke neraka. 
Meskipun motif para misionaris ini sebenarnya mulia tapi merupakan pemahaman yang salah dan sering menyesatkan. Penginjil-penginjil dari Eropa datang ke Minahasa membawa peradaban modern untuk ditukar dengan jiwa-jiwa orang Minahasa. Mereka memberikan pendidikan Eropa lalu orang Malesung membenci pendidikan tradisional (papendangan) Malesung. Para penginjil merebut posisi penting para walian dan tonaas. Begitu kekristenan datang, para walian dan tonaas lalu dianggap sebagai penyesat, kurang terdidik, penipu dan ketinggalan zaman.

Sejak saat itu orang-orang Eropa lebih dihormati dibandingkan dengan orang-orang tua dan saudara mereka sendiri, apalagi yang masih memeluk agama Malesung. Orang Malesung kembali terpecah-pecah. Kekristenan datang merusak tata etika dan adat istiadat, agama dan kepercayaan, bahasa dan wilayah masyarakat Malesung. Padahal ikrar persatuan (maesa) di watu Pinabetengan baru diucapkan. Penataan dalam hal tata laku, agama, bahasa dan wilayah masing-masing suku Minahasa hancur lebur berantakan.
Yang menarik adalah para penginjil ini datang bersama semangat penjajahan. Mereka berbarengan dengan pedagang yang monopolis yang dibantu oleh militer yang menindas. Para misionaris ini saling mendukung dengan para penjajah untuk memuluskan penginjilan. Tanpa mereka sadari, menurut etika kristen, bahwa penjajahan itu sendiri adalah  dosa besar karena tidak manusiawi.

Seharusnya tugas para penginjil adalah menyadarkan orang-orang Eropa bahwa penjajahan adalah kesalahan. Dan mereka juga harus menuntut agar orang Eropa berhenti mencuri kekayaan alam dan secepatnya keluar dari tanah Minahasa. Jadi, orang-orang Eropa itu harus ditobatkan dulu. Tapi sayangnya, itu tak dilakukan. Malahan oknum-oknum itu saling menopang dalam "pelayanan" penaklukan tanah dan orang Minahasa.

Berpindahnya orang Minahasa dari pemeluk agama Malesung ke agama Kristen tidak bisa dipungkiri paling banyak didorong oleh semangat mendapatkan kehidupan yang "lebih baik" layaknya hidup orang Eropa. Makanya orang Minahasa kemudian menjadi gemar mencari jabatan tinggi sehingga boleh berkuasa dan bertindak semena-mena selaku orang Eropa penjajah kepada masyarakat lokal.

Banyak orang Malesung dulu berpikir bahwa menjadi seorang Kristen akan menjadikan hidup lebih baik dalam segala bidang. Tapi itu tidak terbukti hingga sekarang. Orang Minahasa sekarang tidak menjadi lebih beretika, tidak menjadi lebih jujur dalam berbisnis, tidak menjadi lebih profesional dalam karir, tidak menjadi lebih berwelas asih terhadap orang kecil, tidak menjadi lebih toleran terhadap orang yang berkeyakinan lain, tidak menghentikan perselisihan antar oknum, dan seterusnya. Singkatnya, kehidupan Minahasa tidak menjadi lebih baik daripada kehidupan dulu.

Maksud tulisan ini bukan untuk menyudutkan agama Kristen. Melainkan untuk menyadarkan umat Kristen agar berhenti menyetan-nyetankan dan mengiblis-ibliskan agama dan kepercayaan Malesung.  Tulisan ini juga dibuat untuk memberitahu bahwa orang Minahasa sejak dulu hingga sekarang bukan Kristen. Fakta bahwa ada oknum yang memilih kristen sebagai agama mereka, bahkan agama ini menjadi mayoritas, itu benar. Tapi harus diingat bahwa Minahasa hari ini sudah majemuk agama dan kepercayaannya. Hari ini orang Minahasa ada yang beragama Malesung, Buddha, Islam, Katolik, Yudaisme, Mormon, Kristen dan lain-lain.

Yang dibutuhkan dalam situasi sekarang adalah toleransi. Itu bisa dihadirkan bila kita semua dengan rendah hati mempelajari agama dan kepercayaan orang lain tanpa harus meyakininya.

Apo Muntu-untu bersabda:

"Tiap-tiap warga harus mengetahui bahwa adalah Empung Wailan Wangko, Empung Manembo-nembo, Empung Renga-rengan. Haruslah setiap orang dan setiap keluarga memuja dan memuji Yang Maha Tinggi itu dengan upacara Mareindeng serta membuat foso dan pengorbanan binatang sembelihan."

"Tiap-tiap anggota keluarga harus bertolong-tolongan seorang dengan seorang. Tiap-tiap keluarga harus memelihara pahalawan-pahalawannya. Segala keluarga yang tersebar di seluruh tanah Malesung harus bahu membahu, apabila tanah Malesung diserang musuh dari luar."

"Haruslah tiap warga taat kepada petuah 'Ipatu-tua pele-peleng. Ipatua ni baya waya'. Berkata yang ber-tahu. Berjalan ber-yang tua. Orang-orang tua, cerdik pandai, penganjur-penganjur dalam segala bentuk dan corak, yang adil dan jujur, haruslah dihormati dan menurut nasihat dan petunjuknya."

Sangat jelas dalam amanat Apo atau Opo Muntu-untu bahwa umat Malesung sudah mengetahui dan mengenal Tuhan Yang Maha Esa yang penuh kuasa, senantiasa menjaga dan mengasihi. Itulah keselamatan. Dan itulah sebabnya sehingga Dia wajib disembah. Ajaran moral-etis tentang hubungan antar manusia pula telah disampaikan. Nyatalah disini bahwa Tuhan Yang Benar dan Sejati telah bersama-sama dengan umat Malesung sebelum penjajah Eropa datang.

Tuhan itu Renga-rengan (omnipresent). Dia memiliki kesanggupan hadir dimana saja dalam waktu bersamaan, langsung atau melalui apa saja, dan kapan saja.

Comments

  1. Semoga pembaca yang lain akan mendapatkan pemahaman yang lebih dan memahami tentang setiap kepercayaan masing-masing, tanpa lagi membedakan agama atau ajaran mana yang paling di tonjolkan! Jadi semoga dengan adanya toleransi kita bisa hidup berdamai dengan sesama kita manusia.



    Makapulu sama'a
    Pakatu'an wo pakalowiren

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya benar. Itu yang menjadi harapan kita semua.

      Delete

Post a Comment