Agama Malesung Sudah Usangkah?

Sesatkah ajaran agama Malesung? Apakah merupakan kemunduran dan salah bila umat Minahasa kembali memeluk agama Malesung? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh kami sebagai penghayat agama Malesung. Bukan dijawab oleh orang luar yang berlagak tahu namun tak meyakini ajaran luhur agama Malesung sebagai suatu kebenaran.

Selama ini kita diberitahu soal praktik agama Malesung melalui khotbah-khotbah di gereja. Penilaian mereka banyak didasarkan pada tulisan-tulisan berupa surat-surat laporan kegiatan misi kristen dan aparatur negara Hindia Belanda. Tulisan-tulisan penginjil-penginjil dan pejabat-pejabat kolonial Kristen Belanda ini dipercaya begitu saja oleh sebagian besar penerus-penerus (pendeta-pendeta) mereka hingga saat ini. Sayangnya isi laporan-laporan terkait agama Malesung banyak mengandung ketidakbenaran dan prasangka.

Agama Malesung adalah sistem kepercayaan orang Minahasa yang diwariskan kepada umat Minahasa sejak ratusan tahun lalu. Sistem kepercayaan inilah yang membuat umat Minahasa memahami apa dan bagaimana Tuhan itu. Lewat sistem kepercayaan ini mereka mengenal kasih sayang terhadap orangtua dan kepedulian terhadap sesama, keadilan, keselamatan di dunia dan akhirat, kepemimpinan yang demokratis dan lain sebagainya.

Konsep ketuhanan dihadirkan dalam kata-kata seperti Opo, Kasuruang, Empung, Wailan, dan Apo.  Mereka menyimpulkan bahwa Tuhan itu adalah seperti orangtua yang mengasuh umat dengan penuh kasih sayang. Dia pula adalah sumber segalanya yang dibutuhkan oleh umat manusia serta mahluk hidup lain. Dan Dia tentu maha kaya dan maha kuasa serta sempurna kebaikannya.

Orang Minahasa mengetahui dan memahami dengan baik konsep kasih sayang, kepedulian dan keadilan. Makanya orangtua selalu memberi pesan agar keturunan mereka mengkopu-kopusang (saling menyayangi), mentombo-tombolang (saling menopang), mengsiri'-siriang (saling menghormati), peleng masuat atau esa waya cita (semua sama atau satu semua kita). Mereka juga memahami bahwa kehidupan di kayoba'ang (dunia) bersifat sementara. Mereka nantinya akan beralih ke dunia lain. Maka mereka tidak boleh semena-mena mengambil dari alam. Ambil secukupnya saja. Tak boleh lebih. Mareka harus meminta izin atau restu dari alam yang dijaga oleh kuasa-kuasa keseimbangan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa itu melalui ritual-ritual.


Wujud rasa cinta-kasih di antara umat Minahasa yang diajarkan dalam agama Malesung tersingkap dalam istilah masa'li. Kata ini bermakna melayani, mengasuh, menjaga, merawat, dan mengurus. Seorang ayah mempraktikkan masa'li ketika dia menjaga dan menyediakan seluruh kebutuhan istri yang baru saja melahirkan bayi. Anak-anak dibilang menerapkan masa'li jika mereka menjaga, merawat dan mengurus orangtua mereka yang sakit atau lanjut usia. Masa'li adalah upaya menopang dan menolong orang lain dalam jangka waktu relatif lama karena orang tersebut sedang dalam kondisi tak berdaya karena sakit, mempunyai keterbatasan fisik-mental atau hal lainnya.

Praktik Mapalus dan Rukup juga adalah wujud dari sudah pahamnya orang Minahasa soal konsep hidup bersama yang saling berkontribusi dengan tetap mempertimbangkan kemampuan tiap anggota yang merupakan bagian dari masyarakat. Mapalus adalah kerjasama antara beberapa orang yang terorganisir dan bersifat wajib. Sokongan dan bantuan yang kau beri harus sama dengan sokongan yang kau terima. Beda dengan Rukup. Sistem Rukup ialah bentuk kerjasama atau gotong-royong yang bersifat sukarela. Memberi sesuai kemampuan tanpa dibebani keharusan membalas dengan jumlah atau kualitas yang serupa.

Kiranya sampai disini jelas bahwa agama Malesung tetap relevan dan patut dijadikan alternatif sistem kepercayaan yang dapat menghentarkan manusia ke jalan yang benar. Sehingga adalah salah besar ketika ada pihak yang mengklaim bahwa agama Malesung sudah usang dan tidak sempurna sehingga harus disempurnakan dan ditobatkan menjadi pemeluk agama dari luar. Lebih salah lagi tatkala agama Malesung dituding sebagai penyembah kuasa gelap atau demonik. Kiranya Apo Kasuruang Wangko mengampuni orang-orang yang memberikan tuduhan semacam itu.

Dalam doa yang diperdengarkan oleh dua leluhur besar umat Minahasa, yakni Apo Lumimuut dan Apo Toar ketika dilaksanakannya musyawarah di Watu Pinabetengan, tersingkap  bahwa ada amanat kepada umat Minahasa keturunannya untuk senantiasa mengingat bahwa Empung Wangko haruslah menjadi alamat tujuan segala ibadah, ritual, penyembahan dan persembahan. Dalam makna sejatinya adalah Empung Wangko mustilah yang menjadi Tuhan orang Minahasa. Bukan Tuhan yang lain. Dalam bahasa Minahasa berbunyi, "karengan ni Empung Wangko si mamuali paapoon paamungan wo raragesan ne suru paluimpung nai". Makna harafiahnya adalah haruslah Empung Wangko yang dijadikan Apo dan menjadi tujuan dari segala persembahan dari keturunan ini.

Empung Wangko atau disebut pula Apo Kasuruang Wangko dimohon oleh dua leluhur tersebut agar senantiasa berada di depan dan di belakang para keturunan mereka (sebagai Renga-rengan/omnipresent). Juga dimintakan agar diberiNya umat Minahasa berkat, pengetahuan, dan keturunan yang cantik dan gagah berani.Tak lupa juga didoakan mereka supaya keturunan mereka diberikan umur yang panjang dan senantiasa diberkahi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Kaya.

Pernah suatu masa tanah Malesung dilanda persengketaan antar kelompok. Aturan banyak dilanggar. Pesan-pesan banyak yang dilupakan. Dengan ilham Tuhan Yang Maha Kuasa mereka pun bersepakat bertemu untuk bermusyawarah di Watu Pinabetengan. Kesepakatan diraih. Solusi diperoleh. Sebelum terjadi perpisahan di Watu Pinabetengan, Apo Lumimuut dan Apo Toar menyampaikan doa seperti ini:

 “Linga-lingan ni Empung Wangko in wetengan nai, in posan wo nuwu wo awuhan wiya se suru paluimpung nai. Karengan ni Empung Wangko si mamuali paapoon paamungan wo raragesan ne suru paluimpung nai. Witu akar inaniya wo mangeh wo karengan iya pariyo-riyowan wo pamuri-murianNuh wehaNu kamang wia rondo-rondoran nerah, wo ni serah karengan makailek waya-waya, wo makapaluimpung warenei in tuamah wo wulauan in mbewene wo ni serah impaayoMu wana sambauan in langi wana ririmpuruan in langi yah esa-rua-telu-opat-lima-enem-pitu-walu-siouw- eh Wailan pakatuan wo pakalawiren.”

Yang bermakna:

“Lihatlah wahai Empung Wangko (jadilah Engkau saksi) akan pembagian agama, bahasa dan tanah pencaharian anak-anak cucu keturunan kami. Haruslah Engkau juga Empung Wangko yang akan jadi Tuhan kami sampai selama-lamanya. Maka Engkau akan ada di muka dan di belakang keturunan kami, supaya mereka beroleh berkat di dalam dunia serta untuk mendapat dan beroleh anak laki-laki gagah berani serta perempuan elok-elok. Antarlah mereka datang kepada kebenaranMu sampai ke langit 1-2-3-4-5-6-7-8-9. Kiranya Tuhan Yang Kaya memberkati mereka supaya mereka beroleh umur panjang.”

Lantas, perlukah lagi orang Minahasa ditobatkan dan diajarkan lagi tentang kasih, kepedulian, keadilan dan keselamatan?

Comments