Di samping kesembilan langit atau
tempat di bumi atas, orang Malesung mengenal juga suatu tempat di dalam tanah kayoba'ang,
yaitu tempat bagi mu’kur atau muku’d manusia yang bengkok, yang disebut Kaengkolan.
Kaengkolan dipimpin oleh Apo atau
Opo Mioyo atau Miohioh. Tempat ini bersifat batu atau tekanan
dan kehilangan hidup. Adapun mu’kur atau muku’d yang diadili di
Kasendukan dan harus memasuki kesembilan pintu. Bagi mereka yang bengkok
atau yang tidak lulus, akan diantar turun oleh Apo atau Opo Mioyo
dengan Apo atau Opo pembantunya ke Kaengkolan.
Bila mu’kur atau muku’d itu
berasal dari seorang yang berkuasa dan menindas, mu’kur atau muku’d
itu dapat dilahirkan kembali dalam bentuk orang yang lemah dan yang
kehidupannya tertindas. Bila benda-benda hidup yaitu manusia, tanah, air,
udara, api, batu, tumbuhan maupun binatang menuduh perbuatan si mu’kur atau
muku’d telah merusak membunuh atau mengacaukan kehidupan keseimbangan
mereka, mu’kur atau muku’d tertuduh tersebut dapat dihidupkan
kembali dalam bentuk salah satu benda hidup tersebut untuk mengalami nasib
sama.
Maka bagi mereka yang dilahirkan kembali sebagaimana di atas, serta harus
melalui cobaan sebagaimana mereka perbuat semasa hidup mereka yang pertama,
bila hidup mereka ditarik kembali, para mu’kur atau muku’d akan
diberikan kesempatan untuk hidup kembali menjadi manusia.
Mereka yang dihidupkan kembali ini akan
mengalami cobaan, yang mendapat pengaruh mahluk sempurna, yang lebih berat di kayoba'ang
Malesung. Bila mereka berhasil mengatasinya dan hidup lurus, maka akan ke
Karondoran. Namun bilamana mereka kembali jatuh serta hidup bengkok, dan satu
saat terpanggil atau meninggal, maka mu’kur atau muku’dnya akan
kembali ke Kaengkolan.
Mereka akan dihidupkan kembali dalam bentuk binatang
hama yang merugikan manusia seperti babi hutan, tikus, belalang dan lainnya
bentuk hama dari yang besar sampai terkecil. Mereka akan keluar dari
lobang-lobang tertentu di tanah dan mengganggu usaha hidup manusia. Mereka akan diburu dan dibunuh
oleh manusia. Tetapi mu’kur atau muku’d nya akan kembali ke
Kaengkolan dan kembali dicipta menjadi hama dan seterusnya sehingga siksaan
terbunuhnya itu akan mereka rasakan berulang-ulang.
Oleh karena itu, bagi manusia
yang mendapat kuasa dan kekuatan yang berlebihan serta dengan mudah
mendapatkannya, dia harus memakai hikmat dan akalnya. Kenapa? Mungkin dia
mendapatkannya karena diberi kesempatan untuk merubah hidupnya untuk berjalan
lurus.
Mereka diberikan kesempatan ini bila
berjalan bengkok, umumnya akan ditandai, pada saat terpanggil akan mengalami
siksaan penyakit atau terbunuh dalam bentuk yang aneh, misalnya manusia yang
kaya akan meninggal dalam kemiskinan karena ditinggalkan oleh sanak keluarga.
Atau manusia yang tadinya berkuasa akan meninggal dalam keadaan dipermalukan.
Bisa juga seperti, manusia yang kebal atas segala senjata tertentu akan
terbunuh oleh jenis senjata tersebut. Yang diberi kekuatan kuasa gaib untuk
mencelakakan orang lain akan meninggal termakan oleh siksaan sekian kali lipat
sesuai jumlah orang yang sudah dicelakakannya.
Maka semua itu terjadi atas dirinya dan
menjadi tanda bagi orang-orang di sekelilingnya serta yang mempermalukan
keluarganya. Maka binatang-binatang hama itu akan dipaksa untuk melaksanakan
tugas merugikan kehidupan manusia terlebih atas segala usaha hidup keluarganya.
Bila mereka menolak akan mengalami siksaan yang lebih berat di Kaengkolan.
Bagi mu’kur atau muku’d yang
menolak dan tahan disiksa di Kaengkolan, akan mengalami kesempatan untuk hidup
kembali sebagai manusia. Maka mereka yang diberi kesempatan untuk hidup kembali
sebagai manusia dan bila kembali hidup bengkok maka akan ditarik kembali serta
akan mengalami kehidupan penuh siksa di Kaengkolan untuk sementara waktu.
Mu’kur atau muku’d ini kemudian akan diantar ke Ririmpuruan,
dimana tempat tersebut mu’kur atau muku’d itu akan dipecahkan
kembali menjadi zat sifat kehidupan. Dengan demikian, berakhirlah kisah mu’kur
atau muku’d tersebut sebagai jiwa yang utuh, karena dia terurai
kembali menjadi zat sifat kehidupan di dalam tubuh besar Empung Wailan
Wangko.
Sebagai tambahan, menurut beberapa
sumber, ada beberapa pandangan tambahan bilamana seseorang meninggal, hal itu
diuraikan seperti berikut ini.
Mu’kur atau muku’d dari manusia
yang meninggal akibat mengalami tindisan, siksaan atau dibunuh kendati semasa
hidupnya dia tergolong orang yang lurus hidupnya, dari Kasendukan mu’kur atau
muku’d ini diberi kesempatan untuk kembali ke kayoba'ang serta
bergentayangan untuk mencari pembalasan dengan masa waktu yang ditentukan.
Bagi
mereka yang mengadakan tuntutan pembalasan adalah merupakan hak mereka. Dan
mereka akan tetap menetap di Karondoran di tempat mu’kur atau muku’d
le’os. Mereka dapat kembali hidup sebagai manusia, namun mengalami
kehidupan sebagaimana mereka hidup yang pertama.
Bagi mereka yang tidak mau membalas,
maka selama dan setelah masa waktu bergentayangan di kayoba'ang berakhir
akan kembali ke Karondoran. Mereka dapat dihidupkan kembali dalam bentuk tubuh
manusia yang baru di dalam garis keturunannya serta memperoleh kehidupan yang
lebih baik.
Demikianlah pandangan mengenai kehidupan manusia beserta
keadaan dan perkembangan mu’kur atau muku’d setelah kematian
manusia dalam pandangan orang Malesung.
* Tulisan ini merupakan hasil kerja dari komisi yang beranggotakan seluruh
wakil dari kaum-kaum di tanah Minahasa untuk menggali sejarah asal-usul, budaya
termasuk hukum adat dan kepercayaan atau agama masa lampau serta banyak hal-hal
lainnya. Mereka mulai bekerja pada 8 Maret 1854 dan menyelesaikan tugas pada 25
Januari 1896 dengan hasil tiga bundel terkait hukum adat Minahasa. Tulisan ini
kemudian disusun ulang dan diperbaharui bahasanya oleh beberapa orang. Termasuk
yang terakhir, yang lebih suka dipanggil dengan nama Natetomalesa.
Comments
Post a Comment