Ber-Agama Malesung di Zaman Tiktok

oleh Laloan


Bisakah Agama Malesung bertahan melawan arus peminggiran yang amat deras saat ini? Apa pandangan "agama kuno" ini terhadap perkembangan teknologi yang kian tak terkendalikan? 

Yang pasti, suka atau tidak suka, terima atau tidak, agama Malesung (agama tua Minahasa) tetap eksis dalam praktik hingga hari ini. Ia telah melewati masa-masa kelam dan gelap. Terutama ketika penjajahan oleh bangsa Eropa dan Jepang berlangsung. 

Selama masa penjajahan orang-orang Minahasa berpindah keyakinan dengan cara yang dramatis sampai yang tragis. Tentu bukan hal yang mudah melewati masa penjajahan satu bangsa ke bangsa lain. Dari tingkatan berbentuk sekedar  diberi saran, bujukan, sogokkan sampai tahap pemaksaan. 

Banyaknya tanggapan negatif terhadap sekelompok orang dengan gerakan kembali ke akar budaya, menjadi bukti bahwa cara-cara pemaksaan terhadap orang Minahasa untuk meninggalkan keyakinan Minahasa asli itu adalah nyata. Dari yang hanya bersifat cibiran sampai pada perusakan tempat ritual.

Gambar Walian dan Tonaas

Tercatat bahwa ada 11 organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Provinsi Sulawesi Utara. Istilah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah nama generik (umum) untuk menyebut semua agama asli yang ada di Indonesia. Kalau dihitung secara nasional, ada 170-an agama asli Indonesia. Ini sesuai data yang ada di Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Beberapa waktu yang lalu banyak yang kemudian meragukan keberlanjutan agama Malesung di zaman yang kian maju. Apalagi hampir tidak ada lagi waktu untuk belajar agama atau kepercayaan itu. Ditambah dengan fakta kebanyakan penghayat kepercayaan masih menutup diri atau masih menempel pada organisasi agama lain demi keamanan diri. Supaya terhindar dari stigma dan penolakan yang besar. Tantangan lain adalah kurangnya referensi tertulis soal agama asli Minahasa ini. 

Agama Malesung hadir sebagai fenomena budaya di kalangan anak muda. Yang bahkan kebanyakan menolak bila kegiatan kebudayaan yang mereka gandrungi itu disebut sebagai bentuk dan praktik agama Malesung. Kebanyakan anak muda menganggap Minahasa, sebelum kedatangan negara-negara penjajah, tak memiliki satu sistem kepercayaan (belief) atau agama (religion). Padahal sebetulnya praktik ritual Minahasa itu sarat dengan kepercayaan atau agama asli Minahasa.

Empat penghayat Malesung bersama Puanhayati di Hotel Horison Manado  


Sudah cukup lama memang terbentuk kesadaran bahwa segala macam praktik ritual Minahasa hanyalah gejalah budaya. Bukan praktik keagamaan. Sudah terlanjur termakan pemikiran kolonial (penjajahan) bahwa orang Minahasa sebelum kedatangan para misionaris adalah orang-orang biadab dan tak beragama, sehingga harus diselamatkan dengan cara menjadikan penduduk beragama (agama dari luar Minahasa).

Pandangan ini kemudian hari dikoreksi oleh para pemikir Barat hari ini. Mereka sadar bahwa para penulis-penulis Barat telah melakukan kekeliruan di zaman lampau. Sehingga orang-orang Timur, termasuk Minahasa, menjadi korban. Akibat dari kesalahan pandangan di masa lalu, orang Minahasa hari ini banyak yang membenci diri sendiri (self hatred). Banyak yang malu "menemukan" dalam literatur bahwa leluhur mereka adalah orang-orang terkebelakang dan primitif.

Maka sudah merupakan tugas penghayat kepercayaan Malesung hari ini untuk meluruskan pandangan-pandangan sesat tersebut. Perlu ada upaya untuk meyakinkan bahwa pendapat versi penghayat Malesung juga harus didengar. Dan penghayat Malesung juga harus membuktikan bahwa mereka tidak kaku dan tidak anti kemajuan serta bisa beradaptasi demi memajukan diri mereka sendiri.

Warga penghayat Malesung saat upacara di Watu Pinawetengan

Sudah saatnya para penghayat kepercayaan dengan percaya diri tampil ke permukaan. Manfaatkan media sosial untuk menyosialisasikan apa itu agama Malesung. Termasuk, yang paling penting, memberi sumbangan pemikiran, tenaga, waktu dan materi untuk kemajuan orang Minahasa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. 

Warga penghayat kepercayaan Malesung jangan ragu menggunakan Facebook, Tiktok, Instagram dan berbagai platform lain untuk tujuan sosialisasi dan mengurangi salah paham dan salah kaprah soal agama Malesung. Mau tidak mau, warga Malesung harus me-moderen-kan diri agar bisa bertahan dan terus eksis. Namun, tentu nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran mulia warisan leluhur, upacara-upacara yang agung tidak serta merta mesti ditinggalkan. Demikian. Pakatuan wo pakalowiden.

Comments