Pegangang Hidup Umat Malesung

Umat non Malesung tidak memiliki pemahaman yang benar soal jimat (azimat) yang dikenakan oleh penghayat agama Malesung. Orang-orang luar ini secara keliru menyimnpulkan bahwa umat Malesung menuhankan atau menyembah benda-benda yang dijadikan sebagai jimat itu. Mereka mengira bahwa jimat itu sebagai "opo-opo" atau sesembahan pemeluk agama Malesung.

Jimat adalah barang-barang yang dikenakan oleh umat Malesung untuk mengusir roh-roh jahat, kesialan, sakit-penyakit dan segala macam kenegatifan lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), azimat atau jimat adalah barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan sebagainya. Sebelum dipakaikan di tubuh para umat Malesung (yang menghendakinya), benda-benda ini didoakan. Tuhan Yang Maha Esa diminta kuasanya agar melalui barang itu para umat yang percaya disertai dengan kebaikan, keberuntungan, kesehatan dan semua kepositifan.

Benda-benda itu bukan "opo-opo", sebagaimana menurut versi non penghayat agama Malesung. Sejatinya, Opo-opo adalah jiwa para leluhur, orang-orang yang dulu pernah hidup dengan tingkat keluhuran budi yang tinggi. Mereka adalah insan yang hidup mulia kelakuannya. Banyak berjasa dalam masyarakat. Juga diberkati dengan berbagai kelebihan. Sayangnya, jiwa-jiwa baik (reghes lo'or) itu dipahami oleh orang luar sebagai jin-jin jahat yang mencelakakan dan menipu.

Umat Malesung tidak menggunakan "opo-opo". Umat Malesung pun tidak menganggap benda-benda sebagai Opo-opo. Malahan, yang benar adalah manusia adalah opo (tuan) dari benda-benda itu. Namun, tentu saja umat Malesung begitu menghargai sebuah pemberian. Apalagi bila benda-benda itu diberikan oleh orang-orang yang mereka percaya sebagai panutan dalam hal-hal yang baik. Benda-benda itu akan dianggap sangat bernilai sehingga mesti dijaga dengan baik. Diperlakukan dengan pantas. Tidak disia-siakan. Sebagaimana sepatu yang dimanfaatkan untuk melindungi kaki dan menambah kepercayaan diri, sehingga dijaga dan dipelihara agar awet. Maka sama bahkan lebih dari itu benda-benda pemberian leluhur.

Dalam tanah Minahasa jimat disebut dengan banyak nama. Penamaaan bergantung pada fungsi dan bagaimana benda-benda itu dipakai di badan. Ada yang disebut sebagai karai i matu'a atau pakaian orangtua. Ada yang disebut towaku atau tembakau atau rokok. Ada yang disebut sico'o atau makanan. Ada yang disebut ubat atau obat. Ada yang disebut ika pinggang atau ikat pinggang. Ada yang disebut sebagai Pegangan. Dan lain sebagainya.

Selain itu jimat ini berfaedah sebagai pengingat atau reminder akan semua ilmu, keterampilan, ajaran moral dan larangan yang sudah disampaikan oleh orang-orang tua. Jimat ini yang mengingatkan si pemegang jimat agar mengikuti jalan lurus (karondoran) bukan jalan bengkok (kaengkolan). Dengan membawa atau mengenakan azimat maka umat tersebut akan mengingat fungsinya dan larangannya,

Soal apa itu karai matua, towaku, sico'o, ubat, ika pinggang, dll itu kiranya dapat dipahami lewat puisi Minahasa zaman lampau berikut ini:

Minurute un sisim weki lalan ne Paempungen si royor
Tembonala itu ya tulau ne Nakanaramen, eh royor
Sisim wulawan lumoor se maloyan weru, e royor
Wulauan winatuan uraung kerap ne Sumesena, eh royor

Artinya, dipungut sebentuk cincin di tengah jalan dari para Empung, eh royor
Ketika diamat-amati nyatalah bahwa cincin itu adalah pusaka peninggalan nenek moyang
Cincin itu dari emas, mempersunting hidup pemuda-pemudi
cincin itu dihiasi dengan permata intan, cemerlang seperti bintang di langit

Syair di atas dapat dimaknai bahwa leluhur-leluhur Minahasa meninggalkan pusaka kepada kaum muda. Pusaka yang sengaja ditinggalkan di tengah perjalanan hidup. Pusaka ini adalah pesan, ilmu dan bekal kehidupan yang bernilai tinggi seperti perhiasan yang sangat berharga.

Comments